Wednesday, September 10, 2008

KEPADA IMAMKU

KEPADA IMAMKU
Duhai imamku,
Tidakkah kau dengar panggilan rinduku
untuk bergandeng tangan
menyusuri jalan-Nya?

Tidakkah kau baca hasratku
untuk bersama meraih ridha-Nya?

Jelang Ramadhan 1429 H

JEALOUSY PART 2

Jealousy, you tripped me up
Jealousy, you brought me down
You bring me sorrow
You cause me pain
Jealousy, when will you let go

(Queen)

Bener-bener deh. Cemburu cuma bikin capek. Masih melanjutkan cerita sebelumnya. Gara-gara SMS “mesra” akhirnya gue jadi parno. Bawaannya penasaran melulu. Pengen tahu siapa lagi yang kira-kira bakal dikirimi SMS senada. Akhirnya gue curi-curi intip hape suami gue. Tadinya gak ketahuan, tapi ketika akhirnya ada hasil intipan yang bikin penasaran, gue bingung gimana mengkonfirmasinya. Akhirnya, dengan sangat berat hati, gue mengakui perbuatan gue (pesan buat para istri: jangan meniru gue ya, maksudnya pake cara lain yang lebih cerdas dari cara gue..hehehe). Selain jawaban yang memuaskan, gue juga dapat hal lain: suami gue marah dan kecewa karena gue dianggap telah melanggar daerah pribadinya. Dia merasa walaupun kami suami istri tapi bukan berarti gue bisa seenaknya kayak gitu. Dia juga merasa nggak dipercaya sama gue karena ulah gue itu.

Sebenarnya gue pengen membela diri. Gue melakukan itu semua bukan karena gue nggak percaya sama suami gue. Bukan karena gue curiga dia bakal macem-macem di luar sana. Gue percaya sama suami gue. Gue percaya dia setia. Gue percaya dia sayang sama gue. Tapi mungkin ego gue sebagai seorang wanita, seorang istri, yang kadang merasa nggak “rela” suaminya terlalu baik terhadap wanita lain. Tapi kan tentu aja gue kan nggak mungkin minta suami gue untuk nggak bersikap baik ke orang lain. Jadi serba salah.

Akhirnya, setelah merenung, gue mencoba berbesar hati. Gue mencoba memahami sifat suami gue itu walaupun deep inside gue masih merasakan ada sedikit ketidakrelaan. Mengalah kan bukan berarti kalah. Lagipula kalau dengan cara itu segala sesuatunya bisa jadi lebih baik, kenapa nggak dilakukan? Semoga ini yang dibilang mengalah untuk menang........

Waiting for Godot...

Mungkin bener ya kalo orang bilang menunggu itu adalah pekerjaan yang paling nyebelin. Apa lagi kalo yang ditunggu gak jelas kapan datangnya. Sayangnya kali ini yang ditunggu adalah sebundel kertas yang dianggap maha penting sehingga setiap orang tidak diperkenankan menunggu hal itu di luar gedung instansi pemerintah yang katanya mempunyai fungsi memberikan dukungan teknis dan substantif kepada pemimpin negara ini.

Gue kadang masih belum ngerti, kenapa untuk hal sepenting ini tidak bisa diselesaikan jauh hari sebelum hari-H. Selalu saja sehari sebelumnya, atau bahkan beberapa jam sebelum acara dimulai. Apakah karena faktor kerahasiaan yang sangat dijaga? Whatever lah…

Rasa lelah dan bosan sudah mulai muncul. Menunggu apalagi tanpa mengerjakan apapun akan terasa sangat menyiksa. Untungnya ada teknologi yang bernama internet disertai dengan yahoo messenger :P. Lumayanlah. Setidaknya bisa mengisi waktu luang ;) Semoga segera datang sebundel kertas dengan tanda tangan orang nomor satu di negeri ini yang menandakan berakhirnya masa penantian ini.

Mita’s cubicle, 21 August 2008, 17.38

JEALOUSY PART 1

Gue yakin semua orang normal pernah merasakan perasaan yang berjudul cemburu. Dalam hubungan antar lawan jenis perasaan ini menurut gue disebabkan rasa memiliki sehingga kadang gak rela aja kalo pasangan kita membagi perhatiannya dengan orang lain. Tapi jealous alias cemburu gak cuma muncul di antara dua orang yang punya hubungan khusus (i.e. pacaran/menikah) aja, tapi juga dalam hubungan lain.

Gue pernah cemburu waktu salah satu temen akrab gue lebih deket sama temen akrab gue yang lain. Ponakan gue sempet cemburu ma anak gue waktu baru lahir karena dia gak lagi jadi pusat perhatian. Temen kantor gue pernah ada yang cemburu sama temen gue yang lain karena dia lebih diperhatiin bos (ini siy cemburu a.k.a. sirik kali yee)

Mungkin yang agak memalukan adalah waktu gue sempet “cemburu” ma anak gue. Bukan salah anak gue siy, suami gue aja yang kadang gak paham kalo istrinya juga butuh perhatian..hehehe. Apalagi abis melahirkan, waktu itu secara fisik gue sakit dan lemah (hiks..), secara psikologis gue merasa penampilan gue “gak banget”. Emang suami gue gak nuntut gue kudu berpenampilan kaya’ putri Indonesia (lagian gak mungkin kalee…), gue sendiri juga gak pengen macem-macem, cuma pengen penampilan gue enak dilihat aja, paling gak di mata gue sendiri. Somehow it helps to improve my self confidence. Jadinya saat itu gue butuh banget bantuan suami gue plus perhatiannya. Tapi namanya orang lagi seneng-senengnya punya anak, perhatian sedikit teralihkan dong ke si kecil. Alasan dia, anak kami lagi butuh banyak perhatian, jadi wajar dong kalo dia lebih perhatian ke anak. Lha, gue kan minta perhatian dia tanpa harus mengurangi perhatian dia ke anak. Bagi gue, kalo sebelum punya anak rasa sayang dan perhatian gue ke suami 100%, setelah anak gue lahir, gue gak ngambil dari yang 100 % itu, tapi gue buat yang baru, jadi gue berusaha perhatian gue tetep sama, walaupun jujur kadang susah juga baginya..hehehe. Nah, itu juga yang gue mau dari dia. Kasihan banget para istri kalo setelah punya anak perhatian suami berkurang. Gimana kalo anaknya selusin, istrinya dah gak kebagian lagi dong perhatian dari suami.

Terus, yang sering jadi sumber cemburu bagi seorang wanita adalah wanita (-wanita) lain. Sebenernya sejak gue kenal suami gue, dia emang punya banyak temen akrab cewek (ya iyalah, wong kami kuliah di fakultas sastra yang mayoritas isinya kaum hawa). Dulu-dulu gue mencoba cuek, mencoba meyakinkan diri kalo dia emang cuma temenan aja sama mereka, gak ada rasa apa-apa, walaupun kadang dalam hati kadang sebel juga ma kelakuannya. Dia juga meyakinkan gue kalo dia tipe setia walaupun dikelilingi banyak wanita.

Ketika dah nikah, gue pikir gue akan merasa lebih tenang karena gue dan dia sekarang sudah punya ikatan yang lebih kuat dari sekedar pacaran, ikatan yang diakui oleh agama dan hukum. Selain itu, asumsi gue, dia dah milih gue di antara cewek-cewek lain, berarti gue punya kelebihan yang gak dia temukan di cewek-cewek lain, jadi gue gak perlu kuatir ma cewek-cewek lain.

Tapi, nyatanya…sejak hamil gue jadi lebih gampang cemburu. Gue biasanya membela diri bahwa itu bawaan bayi atau pengaruh hormon. Emang sih di kantor barunya dia punya banyak temen cewek. Beberapa gue kenal, tapi pastinya kan ada juga yang gue gak tau. Tapi gak mungkin kan gue kenalan ma semua cewek di sana. Tadinya gue gak ada perasaan apa-apa, sampe suatu ketika gue baca sms suami gue buat salah seorang rekan kerjanya waktu suami gue mau tugas keluar kota. Gue menilai kata-kata dalam sms itu terlalu berlebihan buat seorang teman, apalagi sms itu dari seorang cowok ke cewek. Saat membaca sms itu gue merasa sedih aja, bukan karena curiga suami gue ada “main” dengan cewek lain. Ada semcam rasa “iri” karena suami gue kirm sms yang dalam pandangan gue berkategori “mesra” ke cewek lain, sementara sejak nikah dia udah jarang banget kirim sms kaya gitu ke gue.

Pada akhirnya dia bilang kalo gak ada maksud apa-apa, sms itu cuma “iseng” menurut dia. Dasar cowok, apa mereka gak berpikir, gimana perasaan seorang istri kalo tau suaminya kirim sms semacam itu ke cewek lain walaupun sebenarnya mereka gak ada apa-apa. Cewek normal pasti merasa gak suka. Lagipula walaupun gak ada apa-apa, menurut gue kalo seseorang dah menikah, seharusnya sedikit membatasi sikap dalam berhubungan dengan lawan jenis.

Gue yakin mungkin masih ad alagi cewek-cewek, baik yang gue kenal maupun tidak, yang diberi kata-kata manis wal mesra ma suami gue yang gue gak tau atau suami gue gak (belum) cerita. Kadang gw berusaha ngerti bahwa itu mungkin udah bawaan suami gue tersayang sejak lahir, tapi kan gue juga punya perasaan. Gue gak bisa bohong kalo gue gak suka suami guekayak gitu. Tolong dicatat ya, bukannya suami gue gak boleh akrab ma cewek, cuma menurut gue sekarang seharusnya dia punya batasan sejauh mana keakraban tersebut bisa dibina (taelaa bahasanya..) karena dia udah berkeluarga. Walaupun nggak ada maksud apa-apa setidaknya jagalah perasaan istri. Lagipula kalau terlalu berlebihan gue kuatir akan menimbulkan pikiran negatif dari orang lain yang lihat atau tahu keakraban mereka, termasuk cewek yang bersangkutan. Terus gimana kalo si cewek salah sangka dan menanggapi lain? Mungkin gue berpikir terlalu jauh. Tapi ini cuma tindakan preventif aja. Kadang kita kan nggak bisa mengontrol hati ini. Seperti yang pernah dibilang suami gue dulu waktu masih pacaran bahwa kita sama-sama saling kasih kebebasan tetap saling menjaga perasaan aja (gak tau ya dia masih inget atau nggak pernah ngomong kaya’ gitu). Gue mengartikan kata-kata ‘menjaga perasaan’ tersebut menjadi dua hal. Pertama, berusaha tidak menyakiti perasaan pasangan kita dalam hubungan kita dengan lawan jenis, kedua menjaga jangan sampai kita terbawa perasaan dalam kedekatan kita dengan lawan jenis.

Suami gue pasti menilai gue berlebihan dengan semua ini. Tapi gak tau ya… yang pasti, gue cuma seorang istri dan ibu yang ingin berbuat yang terbaik untuk keluarganya, yang berusaha menjaga rumah tangganya sebaik-baiknya…

ditulis pada 21 May 2008

Cinta
Salahkah jika
Aku meminta
Tatapan kagum, pujian, atau kalimat-kalimat mesra
Agar tak kau curahkan
Kepada perempuan lain
Meski hanya sebatas teman?
Tentu saja
Jika kau suka
Kau boleh membaginya
Kepada buah hati kita

(Asma Nadia*)

*dengan sedikit perubahan