Thursday, November 20, 2008

DUNIA LAIN

Ini bukan nama acara berbau alam gaib yang pernah tayang di salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu. Ini tentang dunia laki-laki. Beberapa waktu lalu gue sempat berbincang dengan seorang teman cowok. Dari percakapan itu gue tau kalo dia kadang chatting atau saling berkirim email dengan seorang cewek yang dikenalnya dari suatu situs pertemanan di internet. Waktu denger ceritanya, gue cuma tanya “Buat apa?”, mengingat dia sudah punya istri dan seorang anak. Jawabnya singkat, “Iseng” katanya sambil nyengir kuda.

Gue gak habis pikir. Mungkin sulit ya buat gue untuk mengerti jalan pikiran laki-laki. Kalo buat gue, itu kegiatan yang buang-buang waktu aja (atau guenya aja males ya?hehehe). Abis kalo bagi gue pribadi, buat hal-hal yang lebih penting aja gue merasa waktu gue kurang, apalagi cuma hal-hal kaya gitu. Gue pernah sih melakukan hal serupa, tapi lama-lama gue bosen aja, apalagi cowok yang jadi teman dunia maya gue itu sepertinya berharap lebih dari gue. Males banget jadinya.

Balik lagi ke temen gue itu. Dia menunjukkan salah satu isi emailnya ke cewek kenalannya itu. Isinya basi banget. Kaya’ cowok lagi pedekate gitu ma cewek yang dia suka. Yang lebih nyebelin dia gak ngaku kalo dia udah nikah (ya iyalah!). Gue bertanya lagi kok bisa-bisanya dia kaya’ gitu, kan udah punya istri. Dia jawab dengan entengnya bahwa dia kan gak selingkuh, bahwa itu cuma iseng aja. Dia gak berniat serius sama cewek itu, lagipula cewek itu tinggal di pulau yang berbeda, dengan jarak yang terbilang cukup jauh, jadi kecil kemungkinan mereka bisa bertemu. Kalo ceweknya menanggapi serius, ya itu salah dia katanya.

Gue cuma geleng-geleng kepala. Laki-laki, tidakkah kau sadari bahwa aktivitas yang kau anggap iseng itu bisa menyakiti seseorang. Mungkin istri teman gue itu tidak tahu, dan kalaupun tahu mungkin tidak peduli karena ia tahu suaminya cuma iseng. Tapi apakah teman gue itu tidak memikirkan perasaan wanita temannya itu. Kalau wanita itu menganggap pertemanan mereka serius dan berharap lebih, apa yang terjadi. Kebohongannya akan menyakiti hati seorang wanita.

Tapi teman gue itu tampak menikmati “dunia lainnya”, yang menurutnya sah saja untuk dilakukan. Setelah percakapan dengannya itu, gue jadi berpikir, apakah suami gue juga melakukan hal yang sama? Apakah dia juga memiliki dunia lain yang gue sama sekali tidak tahu? Dunia di mana gue tidak menjadi bagian di dalamnya?

Mungkin setiap orang memiliki dunia lainnya. Namun terkadang gue berpikir bahwa suami istri harusnya terbuka satu sama lain. Jadi seharusnya kalau suami gue memang memiliki dunia lain itu, kenapa dia nggak cerita? Tapi mungkin itu adalah bagian dari dirinya yang gue tidak perlu tahu. Mungkin dia ingin menikmatinya sendiri. Mungkin ada kalanya dia perlu dunia di mana dia bisa menjadi seseorang yang “beda”. Yah, selama suami gue tercinta tidak berubah, selama dia tetap menyayangi gue dan anak kami, selama teman(-teman)nya di dunia lain tidak ia anggap lebih penting dari istrinya, selama ia tidak menjadikan mereka teman curhat masalah pribadinya, selama dunia lain itu cuma sekedar pengusir rasa bosan dengan dunia kerjanya, mungkin lebih baik gue biarkan saja, mungkin lebih baik gue tidak perlu tahu. Siapa tahu dengan dunia lainnya, dia malah menjadi jauh lebih penuh kasih sayang dan cinta dari biasanya.

Baby's Cough


Judul di atas sebenarnya adalah merk obat batuk dan flu untuk bayi dan anak-anak, tapi orang lebih sering menyebutnya Baby Cough saja. Obat ini terbilang murah namun menurut rekomendasi beberapa teman gue cukup ampuh mengatasi gejala batuk dan flu pada anak-anak. Tapi tulisan ini bukan mau mempromosikan obat tersebut. Gue sekedar mau berbagi pengalaman waktu menjelajah beberapa apotik untuk mencari obat tersebut.

Sore itu gue sedang berada di suatu pusat perbelanjaan untuk berbelanja tentunya. Setelah mendapatkan apa yang gue cari, gue pun beranjak pulang. Dalam perjalanan menuju pintu keluar gue mampir ke apotek “G” yang biasa ada di mal-mal dan gue pikir cukup lengkap lah. Karena tidak ada SPG, gue menuju kasir untuk bertanya. Di sana ada dua orang pegawai apotek tersebut.

Gue : Mbak, ada Baby Cough? (gue ucapkan /beibi kaf/, berusaha menggunakan pengucapan bahasa Inggris yang baik dan benar)

Pegawai 1: Apa? (dengan kening berkerut dan muka jutek)

Gue : hmm...(bingung, gimana cara ngucapinnya biar orang-orang pada ‘dong’)
beibi kaf mbak, obat batuk buat bayi.

Pegawai 2: Ooh itu.. nggak ada Bu di sini (dengan muka sedikiiiit lebih ramah dari rekannya)



Selanjutnya dalam perjalanan pulang gue berhenti di suatu apotik yang mengaku komplit dan buka 24 jam penuh. Saat gue mendekat ke counter, seorang gadis karyawan apotik tersebut menyambut gue.

Karyawan apotik: Cari apa Ibu? (ramah neh)

Gue : Ada beibi kaf Mbak?

Karyawan apotik: Apa? (tampang bingung), bebi kuk (ini cara dia ngucapin) kali (dengan wajah ‘sotoy’)

Gue : Eeeng, iya itu (gue jadi ragu, yang bener siapa ya?)

Karyawan apotik: Tapi obatnya lagi kosong Bu.

Yee kirain ada. Ngakunya lengkap.

Gue kembali melanjutkan perjalanan pulang. Di apotik kecil dekat rumah, gue kembali berhenti dengan penuh harapan obat itu bisa dibeli di situ. Gue disambut oleh seorang mas-mas penjaga counter.

Gue : Ada beibi kaf Mas (dengan senyum)

Mas-mas: Oh, bebi kuk (dengan intonasi dan gaya seolah gue salah ngucapin)

Gue : Iya (senyum mulai pudar)

Alhamdulillah ternyata apotik itu menjual obat tersebut. Kalo gak gue gak tau deh harus cari ke mana lagi dan harus berapa kali menghadapi pandangan melecehkan para pegawai apotik seolah-olah gue gak bisa ngucapin nama obat itu dengan benar.
Maksud hati jadi lulusan sastra Inggris yang baik, ternyata eh ternyata... Tapi setidaknya ada hikmah yang bisa dipetik dari kejadian ini: next time jangan cari beibi kaf, carilah bebi kuk